Menjadi Manusia

September 22, 2019 at 3:23 Z | Posted in lucu | 5 Comments

Ini sekedar cerita tentang sepasang suami istri dan para pembantu mereka.

Sepasang suami istri ini punya pembantu yang kerap ikut dengan mereka untuk jangka waktu yang sangat lama. Belasan tahun.

Apakah mereka menawarkan gaji yang besar? Fasilitas yang lengkap? Atau lainnya?

Tidak. Gaji mereka jauh dari gaji rata-rata pembantu lainnya. Saat gaji pembantu lain 400 ribu, gaji pembantu mereka 250 ribu, dan tidak pernah naik sampai bertahun.

Salah? Mungkin saja. Tapi kenapa pembantu-pembantu mereka tidak keluar? Apa dikurung dalam ruangan? Tidak boleh keluar?

Tidak. Pembantu mereka tidak tinggal dengan mereka. Mereka tinggal di rumah masing-masing dan datang setiap pagi, datang lalu pulang lagi. Lalu apakah mereka tidak dapat pekerjaan di tempat lain?

Dapat. Mereka bekerja sebagai pembantu di beberapa tempat tapi tidak juga mau keluar dari sepasang suami istri ini, walaupun gaji di tempat lain, jauh lebih besar.

Alasannya sederhana; sepasang manusia ini berlaku sebagai manusia dan memberlakukan orang lain sebagai manusia juga.

Mereka tidak memberlakukan pembantu sebagai “pembantu” yang harus mengerjakan dan melayani semua yang majikan perintahkan. Pembantu dianggap bagian dari keluarga dan tamu, dirangkul dan didengarkan. Dikasihi dan dihormati.

Sang suami sekali waktu mengajarkan pada anak mereka bahwa “namanya juga pembantu, yang mereka kerjakan adalah membantu, pekerjaan utamanya tetap kamu yang melakukan”

Sepasang suami istri ini makan, makanan yg sama dengan pembantu mereka, dan duduk di meja yang sama. Berbagi rezeki yang mereka punya dan berbagi beban. Saling membantu dan saling menjaga. Harmoni.

Menjadi manusia tidak susah. Sayangnya tidak semua manusia mampu menjadi manusia.

Jaket Dakron dan Hujan

May 18, 2018 at 3:23 Z | Posted in lucu | 3 Comments
rain-2591982_960_720

Pic by Pixabay

Mengapa jaketmu tebal sekali? pikirku sambil mengamati jaket dari bahan parasut berwarna coklat tua lalu diisi dakron yang juga sering dibuat untuk mempertebal selimut. Dakron itu dijahit serupa ketupat untuk menjaga dakron dan kain tetap pada tempatnya tidak turun kebawah. tapi lama kelamaan, dakron itu akan mengisi setiap petak. tetap akan turun ke bawah. tunggu saja, batinku. tapi sebelum itu terjadi, sebelum dakron-dakron di jaketmu turun pada kotak-kotak jahitannya, kau pasti sudah membuangnya. dakron juga butuh waktu lama untuk menua. mungkin kain parasutnya yang akan duluan mati, terpapar panas dan hujan. lalu robek dan kau membuangnya, sebelum aku bisa membuktikan bahwa dakron-dakron itu memang turun ke setiap kotak jahitannya.

Aku membayangkan bagaimana rasanya memakai jaket itu. jaket itu panas sekali pasti. aku melihat kau memakainya saja sudah membuatku menjadi gerah. Belum lagi 3 botol bir yang kau pesan, 1 setengah botolnya sudah habis kau tegak.

Aku mengipas-ngipas mukaku dengan buku yang baru saja kita beli di pasar loak. buku berbau apak, berharga mahal. aku melempar buku itu karena baunya. tapi tetap gerah dengan jaketmu.

Aku menunggumu membuka jaketmu, setidaknya, melihatnya tidak membuatku berkeringat. tapi sayangnya tidak juga kau lakukan.

Kita berbicara panjang lebar tentang hidup, tentang fantasi-fantasi dan tentang mantan-mantan, aku rasa. aku tidak tahu, aku tidak konsentrasi, mungkin kau akan berfikir aku tidak peduli. mungkin kau juga merasa aku tidak cukup pintar untuk temanmu bicara. tapi otakku susah sekali tidak memikirkan jaket tebalmu. aku ingin sekali menarik dan membukanya dari tubuhmu. apa yang kau simpan? ada apa dengan tubuhmu? mengapa kau sembunyikan dalam jaket tebalmu?

Bir botol ketiga telah tandas kau teguk, sebungkus rokok juga sudah sama-sama kita hirup asapnya. kita beranjak dari tempat itu. semilir angin sepoi-sepoi bertiup. kau belum mau melepas jaket tebalmu.

Lalu hujan tiba-tiba turun. sebelumnya kita saling bertaruh, apakah hujan akan turun atau tidak. kau menang, hujan turun. kita berjalan jauh sekali ketempat berlindung. kita basah kuyup. aku meracau karena dingin.

“Bra kamu ngecap dengan baju putih”

Aku secara spontan menutup kedua tanganku melingkar di dadaku. mukaku merah karena malu. aku berbalik membelakangimu. mencoba mengutuk kebodohanku memakai baju putih tipis ini.

“Pakailah”

Jaket tebal berbahan parasut berwarna coklat tua yang diisi dakron dan dijahit serupa ketupat menempel di pundakku. pelan-pelan aku memasukkan tanganku pada lengannya. Jaket tebal ini memang hangat. hangat sekali. mungkin aku tidak akan melepasnya.

 

Sombong Itu Melelahkan

November 7, 2017 at 3:23 Z | Posted in lucu | 4 Comments

Hidup ini berat,  terlebih saat aku sombong.  Menjaga semua ucapan sesuai dengan kenyataan lah yang sebenarnya paling melelahkan. Kalau saja masyarakat tidak menuntut dan menghukum dengan cibir saat kesombongan tidak sesuai dengan kenyataan,  mungkin hidup tidak seberat ini. 

Sayangnya aku terlanjur sombong. Bicara berkoar-koar, bahwa aku punya itu,itu dan itu.  Semuanya memang “itu” karena yang aku sombongkan jauh dari kenyataan. 

Memelihara kepercayaan orang lain tak kalah berat. Sebagian besar orang memang mudah terhanyut dalam buaian hayal dan terpesona pada kata-kata yang mengandung materi. Tapi sebagian besar orang tersebut juga meminta bukti kata-kata dan tidak berharap hanya khayalan. Hidup pun semakin berat. 

Dan aku lelah…

Lelah berjuang membuktikan apapun yang aku pongahkan. Semakin tinggi aku bicara,  semakin lelah aku berlari. Berlari mengejar khayalan untuk jadi nyata,  atau berlari menjauhi cibir.

Mungkin aku harus lebih banyak bersujud dan tersungkur agar mulutku lebih dekat dengan kenyataan dan aku bisa berjalan pelan menikmati hidup. 

Dua Perempuan Kecil Yang Menangis

September 11, 2016 at 3:23 Z | Posted in lucu | 9 Comments

Aku bersyukur memiliki seorang ibu dengan harga diri yang tinggi. Saking tinggi harga dirinya, sampai aku diumur 37 tahun ini, ia tak sekalipun meminta uang padaku untuk keperluan pribadinya. Entahlah ia masih memiliki “pribadi” atau ia telah hilang melebur dengan peluh dan keringat yang telah ia cucurkan lebih dari 40 tahun untuk membesarkan ketiga anaknya seorang diri.

Aku tak berlebihan untuk mengatakan bahwa tak susah bagiku menemukan sosok pahlawan dan pejuang hidup. Aku melihatnya setiap hari, mulai dari subuh ia berangkat ke pasar mengangkat belanjaan yang lebih berat dari tubuhnya sendiri, sampai hampir tengah malam, ia menarik selimutnya.

Aku tidak ingat, kapan terakhir kali ia memilih baju untuk dirinya sendiri. Semenjak ia harus menghidupi keluarga, aku bahkan tak lagi ingat bibirnya pernah merah karena lipstik. Tapi, aku bahkan hampir tak pernah melihat ia menangis. 

Lalu aku tumbuh besar, dengan menyimpan sosoknya lamat dalam pikiran. Begitulah seorang wanita seharusnya, menurutku. Punya harga diri yang tinggi, tidak menyusahkan orang lain dan tidak menangis. Jadilah aku seperti ibu.

Malam ini kami menua bersama, tubuh kami merenta. Tahun-tahun lalu, aku selalu pulang membawa sebagian uang yang ia minta untuk berkurban di rumahnya, agar berkumpul bersama.

Tahun ini ia kembali meminta uang untuk berkurban, aku menolak halus “tahun depan aja ya” karena mulai tahun ini, giliran aku yang menghidupi diriku sendiri. Lalu dua perempuan kecil yang renta menangis bersama.

Kepada Perempuan Hebatku

March 11, 2015 at 3:23 Z | Posted in lucu | 18 Comments

IMG_1845

Waktu duduk di bangku kelas 3 SMP, aku sering ditegur oleh guru, karena rok sekolah yang aku pakai sekarang tingginya sudah sebetis. Aku bertambah tinggi ternyata, sementara rok sekolah itu tidak pernah ganti dari aku kelas satu. Seorang guru sekolah mengancam akan memanggil orang tua jika besok aku belum memakai rok yang panjangnya semata kaki. Tentu permintaannya wajar, karena bagaimana mungkin aku mengenakan hijab sementara rok tingginya sebetis.

Dengan berwajah cemberut aku pulang ke rumah, dengan menggunakan sepeda butut, yang sudah lama juga aku merengek minta yang baru.

“kok pulang-pulang mukanya cemberut?” sapa ibu saat aku mencium tangannya

“disuruh bikin rok baru nih, rok yang ini udah kependekan katanya” aku melengos ke meja makan.

Keesokan paginya, aku bangun dengan tidak bersemangat. Ingin sekali bolos sekolah, karena hari ini sudah pasti kena tegur lagi. tidak mungkin aku punya rok baru secepat itu. Aku sebal dengan ibu. Bagaimana bisa ia membiarkan aku mengenakan rok yang sama dari kelas 1 hingga kelas 3.

Ibu membangunkanku. aku membenamkan kepalaku di bantal.

“sekolah wul, itu ibu udah beli kaos kaki”

“ha? kaos kaki? buat apa? disuruhnya kan rok, bukan kaos kaki” aku makin kesal

“ya kan rok kamu udah tinggi, jadi kakinya keliatan, daripada buat rok baru tinggal sebentar lagi lulus, mending pake kaos kaki yang panjang aja”

aku kembali membenamkan mukaku ke bantal. aku makin kesal. kenapa ia pelit sekali pada anaknya

Sampai saat lulus SMP, aku masih menyimpan kesal, karena aku harus memakai kaos kaki tinggi setiap hari. sampai aku ia membelikan sepeda baru yang sudah lama sekali aku inginkan.

Sampai hari ini, sifatnya masih sama. Ia selalu menghitung setiap rupiah yang akan dikeluarkan. apakah itu penting atau tidak, apakah itu bagus atau tidak, apakah ada pengganti yang lebih murah. dulu aku selalu kesal karena itu.

Sekarang tidak lagi, semua yang ia lakukan tergambar jelas bukan untuk kepentingannya. aku hanya dibuatkan 1 rok sekolah memang saat aku SD, SMP dan SMA, tapi ibuku sudah berhenti membeli baju untuk dirinya sendiri, bahkan jauh sebelum aku merengek minta rok sekolah. Aku bahkan tidak pernah tau wajah lain selain wajah lelahnya. Ia tidak memakai make up selain bedak tabur. Tidak pun mengenakan lipstik selain pemberian saudaranya.

Tapi ia lupa menghitung rupiah setiap ia membeli berkarung-karung beras untuk dibagi-bagikan tetangganya.

Ia bahkan tidak pernah tertinggal berkurban setiap tahunnya.

Ia bahkan merelakan sebagian tanahnya untuk Mushola.

“masih banyak orang beli beras setengah kilo sama telur sebutir, kamu bersyukur saja”

Dia ibuku, tak mungkin aku tak bangga

Kata Yang Kehilangan Kita

February 7, 2015 at 3:23 Z | Posted in lucu | 12 Comments

DSC_947522

“Tulislah sesuatu tentang kita, agar aku tahu” ini yang aku tahu…

Tepat 8 tahun yang lalu, seorang laki-laki asing mendatangi satu-satunya laki-laki yang mencintaiku dengan hidupnya. Laki-laki asing itu menantang besarnya cinta Lelaki satuku untuk dibandingkan dengan cintanya. Dengan berat hati, Lelaki satuku mengalah, mengecilkan peluknya dariku untuk menyerahkan aku pada laki-laki asing itu. Dengan luka di hati, Lelaki satuku berharap anak perempuannya mendapat cinta sebesar yang ia berikan.

Tepat 8 Tahun yang lalu seorang laki-laki asing berjanji pada Bapakku akan menjagaku semampunya selama yang ia bisa. Tapi hari ini Bapak telah berada di sisiNya dan tak lagi peduli pada janji siapapun.

Telah jauh jalan yang kita tempuh. Telah banyak waktu yang kita isi. Aku tak pernah menganggapnya sia-sia. Pun tidak pernah menganggapnya percuma. Tugasku mendampingimu pada saat-saat susah senang mu telah usai. 8 tahun kita telah banyak mengikis, mengisi, merusak atau memperbaiki diri kita masing-masing menjadi bentuk yang indah seperti sekarang ini.

8 tahun ini telah banyak kita habiskan dengan meringkuk menangisi keadaan. Atau dengan gelak tawa bersama. Dengan kecewa yang terpendam pada hati masing-masing. Bahkan dendam untuk saling menjatuhkan. Tapi 8 tahun ini telah usai. Suatu hari nanti, apa yang kita tangisi hari ini, akan menjadi bahan tertawaan nanti. Dan apa yang kita tertawakan hari ini, akan membuat kita menangis nanti. Bukankah itu lucu?

Seperti kata ibuku “Tak usah disesali”. Aku menurut. Bagaimana mungkin menyesali sesuatu yang membuat kita menjadi lebih dewasa. “Ini sudah campur tangan Tuhan” lanjut ibuku. Bagaimana mungkin aku menghalangi kehendakNya? Mari kita akhiri dengan bersyukur bahwa masing-masing kita telah mencoba memberi yang terbaik yang kita mampu. Sisanya, tawakal saja.

Tidak ada yang lebih pantas kuucapkan selain “terima kasih”

Satu cangkul dan satu perempuan kecil

December 19, 2014 at 3:23 Z | Posted in lucu | 11 Comments

Aku ingat wajahnya yang setiap pagi berjalan tanpa alas kaki, memanggul cangkul di pundaknya
“Mau ke mana, pak?” Tanyaku mendekat
“Yuk ikut” jawabnya dengan suara tertahan sebatang rokok yg terselip

Aku berlari kecil di belakangnya, menginjak jejak yang ditinggalkannya. Langkahnya terlalu besar untuk kakiku yang mungil. Aku meloncat-loncat kesusahan mengikutinya. Hingga menabrak punggungnya, dan jatuh terjungkal.

Ia meletakkan cangkulnya dan segera membantuku berdiri, lalu memeriksa apakah ada luka karena terjungkal. Tak ada.
Aku menyesal terjatuh tak terlalu kencang. Aku ingin terluka, karena  aku suka cara ia memanjakanku.
“Cepatlah besar” sengau suaranya terdengar saat menepuk-nepuk debu di baju mungilku.
“Kenapa?” Tanyaku heran mencari hubungan antara aku yang terjatuh dan keinginannya agar aku lekas besar.
“Supaya tak perlu lagi mengikuti jejak yg bapak tinggalkan”
“Kenapa?” Tanyaku semakin heran
“Supaya bisa membuat jejakmu sendiri”
“Kenapa?” Aku masih belum mengerti
“Supaya kamu bisa berjalan di samping bapak”
“Sekarang?” Tanyaku sambil berdiri disampingnya dan menggandeng tangannya
“Bukan dengan menggandeng untuk menuntun, tapi menggandeng karena berjalan bersama” jelasnya
“Kenapa?” Tanyaku lagi yg tak juga membuatnya jengah menjawab
“Karena suatu hari kamu akan berjalan sendiri, tanpa seorangpun menggandeng tanganmu” jawabnya sambil memegang kedua bahuku.

Aku menangis.
Aku menangis karena aku tak mau ia tak lagi menggandengku, aku tak mau ia membiarkanku berjalan sendiri. Aku ingin ia selalu ada di depanku, untuk kuikuti jejaknya yg tertinggal.  Aku bahkan tak keberatan terjungkal lagi.

“Pak, aku tak mau besar”

This is Me

November 2, 2014 at 3:23 Z | Posted in lucu | 21 Comments

Define Introvert :A term introduced by the psychologist Carl Jung to describe a person whose motives and actions are directed inward. Introverts tend to be preoccupied with their own thoughts and feelings and minimize their contact with other people.

introvert7

Aku men-Judge diriku sendiri dengan menggolongkan diri ke dalam kelompok sifat ini. Alasan sederhananya, karena aku menemukan ciri-ciri Introvert di dalam diriku. Sebagian kecil dari ciri-cirinya sebagai berikut :

1. Lebih betah di rumah daripada keluar tanpa tujuan
2. Traveling dan bertemu orang baru, sepertinya bukan untukku
3. Chit-Chat atau basa-basi itu pekerjaan berat. ini serius.
4. Setelah ketemu dengan orang banyak, aku butuh waktu untuk sendirian lebih lama.
5. Pendengar yang baik
6. Hanya bisa relax dengan orang yang benar-benar dekat.
7. Lebih suka diskusi mendalam sampai pagi, daripada basa-basi
8. Tidak suka bicara lewat telepon berlama-lama. Apalagi cuma ngobrol tanpa kepentingan.
9. curhat? apa itu?

introvert9

Sayangnya, orang-orang Introvert suka disalahartikan dengan:

1. Sombong

introvert8

Introvert sering sekali disalah artikan dengan “Sombong”, padahal sebenarnya “takut mengganggu”.
Introvert tidak nyaman menyapa orang dahulu, karena takut orang tersebut malu di sapa. Introvert merasa tidak enak untuk telpon duluan, karena takut waktunya tidak tepat. Begitu juga dengan SMS duluan dan chat duluan. Selain itu, Introvert merasa enggan berbasa-basi dengan kasir swalayan, ngobrol saat dipijat, atau disapa oleh  orang yang duduk di sebelah dalam pesawat. Enggan karena mengukur dari dirinya sendiri, Introvert tidak nyaman disapa oleh orang yang tidak dikenal, dan melakukan basa-basi. Karena itu Introvert tidak melakukan sebaliknya. Bukankah apa yang tidak ingin orang lain lakukan pada anda, jangan anda lakukan pada orang lain?

2. Stress

introvert11

Introvert sering dianggap sedang mengalami masa stress. Terutama saat Introvert sedang berada di tengah keramaian. Tidak sepenuhnya salah, Introvert memang tidak merasa nyaman berada di tengah keramaian. Introvert bisa jadi pembicara yang baik, penceramah yang bagus, atau pengajar yang handal, tapi, jika pada saat face to face dan harus berbasa-basi, Introvert merasa itu menghabiskan energi dan menjemukan, karena itulah Intrvert lantas terlihat stress. Jika sudah demikian, yang Introvert perlukan adalah waktu untuk sendirian sebelum kembali kedalam keramaian lagi. Saya pribadi, suka dengan tempat ramai seperti Club malam / tempat dugem, atau nonton live music, tapi dengan syarat, saya berada di pojok ruangan yang gelap dan tidak terlihat. Intinya, melihat tanpa terlihat.

3. Suka Menilai Orang

introvert6

Terlepas dari menilai atau tidak, Introvert suka “watch and silent”. Introvert suka melakukan observasi pada apa saja, terutama lingkungan baru dan orang baru. Tidak mudah bagi Introvert untuk nyaman dengan lingkungan dan orang baru terutama jika lingkungan baru tersebut melibatkan dengan orang banyak. Introvert tidak melakukan curhat dengan banyak orang, bahkan untuk beberapa hal, mereka bahkan tidak bicara pada siapapun. Bagi Introvert, sekedar ditanya jam oleh orang asing, sudah membuat Introvert sudah pasang tameng agar tidak ada pembicaraan selanjutnya.

4. Aneh

introvert5

Introvert sering dianggap aneh, karena Extrovert dan Ambivert tidak merasa introvert itu sebagai jenis kepribadian normal. Kebanyakan Introvert dianggap sebagai kekurangan atau kerusakan. Prilaku menghindari orang lain sering dianggap sesuatu yang menyimpang dari kenormalan.

Di sisi saya sendiri, saya Introvert yang menyukai pribadi saya. Meski jika dianggap itu sebagai suatu kekurangan. Jika saya masih mampu bertahan di keramaian, saya akan bertahan. Jika menjemukan dan membuat saya tidak nyaman, ya saya akan menarik diri. Sesimple itu.

Introvert mungkin dianggap aneh karena ketidakmampuannya untuk mengutarakan perasaannya, dan langsung bersembunyi / menarik diri. Sebaliknya, Introvert sebenarnya cerewet, hanya saja mereka tidak dengan mulutnya, melainkan dengan otaknya. Karena itu introvert gampang lelah, karena berfikir memang menghabiskan banyak energi. Otak yang banyak bekerja di sini, tidak berarti “pintar” dalam hal akademis. Menjadi Introvert tidak lantas serta merta ia jadi punya IP tinggi.

Introvert menyerap semua apa yang menarik di pandangan dan pendengarannya. Di keramaian, atau bersama orang lain, membuat Introvert kehabisan energi karena banyak yang diserap. Setelah lelah dengan keramaian, menyendiri adalah cara Introvert mengisi kembali energinya

introvert13

Orang dengan kepribadian Introvert suka hidup dalam dunianya sendiri. Tapi Introvert bukan penyakit, bukan kerusakan. Introvert tidak perlu diperbaiki. Tidak perlu diobati. Tolong jangan repot-repot. Introvert sama halnya dengan Extrovert dan Ambivert, ini sekedar jenis kepribadian.

Introvert cukup selektif dalam memilih orang-orang yang bisa dekat dengan mereka. Biasanya si-Introvert lah yang memilih dengan siapa mereka akan membuka sedikit pintunya, lalu, yang melangkah masuk tetap sang tamu, karena Introvert hanya membukakan pintu. Jika sang Tamu tidak masuk, maka pintu akan ditutup kembali. Introvert tidak suka memaksa orang lain masuk ke dalam dunianya.

introvert12

Sekali orang lain masuk dalam dunianya, Introvert akan membukakan  banyak hal. Anda lantas tahu betapa humorisnya dia, atau betapa cerewetnya si Introvert. Ia juga akan berbagi dan membantu anda dengan tulus. Introvert pada umumnya orang yang setia. Bukan hanya dengan pasangan, Introvert setia dengan banyak hal, seperti makanan, tempat, bahkan waktu. Contohnya, saya punya langganan makan yang lebih dari 10 tahun. Dalam 10 tahun, saya makan menu yang sama, minum yang sama, dan datang ke tempat tsb  pada waktu yang sama. Bahkan ketika sebuah kejadian, tas saya ditarik oleh jambret di tempat itu, saya masih terus datang dan datang lagi. Saya terpaksa berhenti berlangganan karena harus pindah kota.

Mendekati orang introvert sebenarnya tidak susah juga, cobalah untuk jinak-jinak merpati, dan sensitif dengan tanda-tanda yang mereka utarakan. Jika mereka memberi “kode” bahwa mereka ingin sendiri, ya biarkanlah. Jika mereka ingin anda ada di sekitar mereka, mereka akan melontarkan “kode” lainnya. Terdengar Egois bukan?

Sekali lagi, Introvert bukan sakit. Bukan kekurangan. Jadi tolong jangan mencoba menyembuhkan atau mengubah  kami.

15 Menit Pertama Untuk Satu Tagihan

September 22, 2014 at 3:23 Z | Posted in lucu | 13 Comments

image

   Bibirku, ku usap dengan lidah yang sepat bekas asap rokok yang kuhirup untuk menghilangkan anyir sperma yang baru saja ku telan.
Lidahku menjalar mengusap bibir bagian atas lalu ke bagian bawah, lalu mempertemukan keduanya. Masih bisa kucium bekas aroma selangkangan laki-laki yang baru saja kupuaskan.

   Ia tergulai lemas setelah mencium keningku. Kutinggalkan saja ia ke kamar mandi, membersihkan semua sisa-sisa yg tertinggal di tubuhku. Aku bahkan tak suka bau vaginaku sendiri. Keputihan sisa menstruasi yang baru saja tuntas, membuatku enggan bercinta.

   Kupeluk kekasihku yang berkumis tebal berbadan tambun. Perutnya lebih mirip adonan kue yang baru saja diuleni. Aku suka menyentuhnya dengan ujung jariku, lalu melepas, menyentuhnya lagi, dan melepas lagi. Perutnya akan bergerak-gerak layaknya jeli. Aku akan terkekeh-kekeh melihatnya.

   Aku tak pernah suka bau mulut laki-laki. Tak pernah kucium yang wangi. Aku benci berciuman bibir. Ia tau, kekasihku yang berkumis tebal dan berbadan tambun itu tahu, bahwa aku tak suka mencium bibirnya. Ia mencium tanganku mesra, sambil mengeluarkan kata-kata rayuan cinta. Aku muak tapi tersenyum. Aku hapal semua yang ia katakan.

   Tapi cinta bukan lagi tentang bagaimana merasa, melainkan bagaimana menata. Selama ia dapatkan vagina, ia akan tetap cinta. Dan selama ada tagihan yang harus kubayar setiap bulannya, aku akan selalu cinta dia. Sungguh cinta yang mulia. Memberi dan menerima.

   Banyak yang membenciku karena memiliki kekasih berkumis tebal dan berbadan tambun, menurut mereka, aku hanya mau uangnya saja. Persetan dengan mereka, kekasihku pun hanya mau vaginaku saja. Apa menurut mereka uang lebih berharga daripada vagina? Hingga aku saja yang mereka hina?

    Aku mengusap bibirku dengan lidah yang masih sepat. Membasahi setiap permukaannya dengan ludah. Rambutku kembali terikat, dan wajahku kembali terbenam. Bulan ini tagihan membengkak.

50 galah

May 14, 2014 at 3:23 Z | Posted in lucu | 10 Comments

“Nak, apa suamimu menyenangkanmu?” Tanya ibu tua kepada anak perempuannya yang kuyu.
“Iya, bu. Dia menyenangkanku” jawab perempuan kuyu dalam balutan kain batik yang dibebet dari leher hingga pinggang.

Cuaca sedang dingin, angin gunung turun bersama kabut, malam sebentar lagi larut. Ibu tua dan anak perempuannya yang kuyu berjalan menyisir lereng bukit menuju rumahnya. Membawa senter dan kayu untuk berjaga-jaga.

“Bapakmu sudah tak ada, ibu takut kau tak bahagia” ibu tua menoleh sekilas, melihat anaknya menunduk saat ibunya bertanya
“Saya bahagia, bu. Seperti yang ibu lihat” perempuan kuyu itu menoleh pada ibu tua sambil tersenyum. Ibu tua ikut tersenyum meski ia tahu, anaknya tak tersenyum dengan tulus.
“Kau membeli baju bekas di pasar malam, apa suamimu kurang memberi uang? Tanya ibu tua dengan nada selidik. Perempuan kuyu menarik nafas panjang. Wajahnya semakin tertunduk dan senyumnya semakin hilang.
“Baju bekas di pasar malam, kualitasnya bagus, mereknya terkenal”
“Juga murah?” Sambar si ibu tua.

Perempuan kuyu berjalan tanpa bicara. Ia tak menjawab apapun dari pertanyaan terakhir ibunya. Ia melangkah lebih cepat. Rumah terasa jauh sekali.

“Bu, sudah sampai rumah ibu, saya tidak mampir ya. Saya ingin cepat sampai rumah saya sendiri, suami saya mungkin sudah pulang” ucap perempuan kuyu lalu mencium tangan ibunya
“Nak, ingatlah, ada kebahagiaan dalam ikhlas”

“Bu, ingatlah, ada kebahagiaan dalam ikhlas” perempuan kuyu mengulang kata-kata ibunya, untuk dikembalikan pada ibu tua.
Ia lalu berjalan menjauh dari rumah ibunya, menuju rumahnya sendiri yang berjarak 50 galah. Ibu tua masih berdiri di depan rumahnya menanti bayang anaknya hilang di kejauhan

Perempuan kuyu berjalan dipinggir jurang, lalu mematikan senter dan menutup mata. Tangannya membentang
“Tuhan, aku ikhlas”

Malam itu tenang. Kabut tak pekat, bulan bersinar sebelah, bintang berhambur. seorang ibu tua berbaring pada dipan bambu. 50 galah darinya, ada seorang lelaki muda sedang mengelus elus ayam jago piaraannya. 50 galah dari laki-laki itu, ada seorang perempuan kuyu di dasar jurang.

Next Page »

Blog at WordPress.com.
Entries and comments feeds.